Gunung Rinjani, salah satu gunung tertinggi dan paling populer di Indonesia yang terletak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menjadi sorotan setelah sejumlah peristiwa yang berdampak pada operasional jalur pendakian sepanjang tahun 2025.
Gunung Rinjani kembali menjadi perhatian publik seiring meningkatnya aktivitas pendakian dalam beberapa waktu terakhir. Sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani tidak hanya menjadi destinasi favorit pendaki lokal dan mancanegara, tetapi juga kawasan konservasi penting yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
Sejumlah jalur pendakian resmi seperti Sembalun, Senaru, Torean, Aik Berik, dan Timbanuh menjadi akses utama bagi para pendaki. Namun, meningkatnya jumlah pengunjung turut memunculkan berbagai tantangan, mulai dari aspek keselamatan, kelestarian lingkungan, hingga pengelolaan jalur pendakian itu sendiri.
Jalur Resmi Dan Karakteristiknya
Jalur Sembalun di kenal sebagai jalur paling populer karena medan yang relatif landai di awal pendakian dan menjadi jalur favorit untuk mencapai puncak Rinjani. Namun, tantangan utama jalur ini terletak pada tanjakan pasir dan kerikil menjelang puncak yang kerap menguras stamina pendaki.
Sementara itu, jalur Senaru menawarkan panorama hutan tropis yang lebat dan jalur yang lebih teduh. Jalur ini sering dipilih pendaki yang ingin menikmati keindahan alam dan Danau Segara Anak, meskipun medan yang di lalui cenderung lebih curam dan licin saat musim hujan.
Jalur Torean, yang belakangan semakin populer, di kenal memiliki pemandangan tebing, air terjun, dan aliran sungai yang memukau. Namun jalur ini juga menuntut kewaspadaan tinggi karena medannya yang sempit dan rawan longsor pada kondisi cuaca tertentu.
Adapun jalur Aik Berik dan Timbanuh masih tergolong jalur alternatif yang dikembangkan untuk pemerataan pendaki serta mengurangi tekanan pada jalur utama.
Penutupan Dan Pembatasan Jalur Pendakian
Dalam beberapa periode terakhir, pengelola TNGR memberlakukan penutupan sementara jalur pendakian sebagai langkah pemulihan ekosistem. Penutupan ini biasanya dilakukan pada musim hujan atau ketika kondisi jalur dinilai berbahaya akibat cuaca ekstrem.
Selain itu, sistem pembatasan kuota pendaki terus diterapkan melalui pendaftaran daring. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya dukung lingkungan serta meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas pendakian. Setiap pendaki juga diwajibkan membawa perlengkapan standar keselamatan dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
Keselamatan Pendaki Jadi Prioritas
Isu keselamatan menjadi salah satu fokus utama dalam pengelolaan jalur Pendakian Gunung Rinjani. Beberapa insiden pendaki tersesat, mengalami kelelahan ekstrem, hingga kecelakaan akibat cuaca buruk menjadi pengingat bahwa pendakian Rinjani bukan aktivitas yang bisa dianggap ringan.
Pihak TNGR bersama relawan, porter, dan pemandu lokal terus mengintensifkan edukasi mengenai pendakian yang bertanggung jawab, termasuk pentingnya aklimatisasi, perencanaan logistik, serta kepatuhan terhadap rambu dan arahan petugas.
Dampak Lingkungan Dan Upaya Konservasi
Lonjakan jumlah pendaki turut berdampak pada kondisi lingkungan, terutama terkait sampah dan kerusakan jalur. Beberapa titik jalur pendakian di laporkan mengalami erosi akibat tingginya intensitas lalu lintas pendaki.
Sebagai respons, pengelola taman nasional mendorong penerapan prinsip “leave no trace” dan mewajibkan pendaki membawa kembali sampah mereka. Program penanaman kembali vegetasi dan perbaikan jalur juga di lakukan secara berkala untuk menjaga keseimbangan ekosistem Rinjani.
Peran Masyarakat Lokal
Masyarakat sekitar Gunung Rinjani memiliki peran penting dalam pengelolaan jalur pendakian. Keterlibatan sebagai pemandu, porter, serta pengelola homestay dan transportasi memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi warga setempat.
Kolaborasi antara pengelola taman nasional dan masyarakat lokal di nilai menjadi kunci keberlanjutan pariwisata Rinjani, sekaligus memastikan bahwa aktivitas pendakian tetap berjalan seiring dengan upaya pelestarian alam.
Kesimpulan
Pendakian Gunung Rinjani mengalami di namika penting sepanjang 2025:
-
Serangkaian kecelakaan pendaki memicu kekhawatiran keselamatan dan penutupan jalur.
-
Pemerintah dan Balai TNGR mengambil langkah tegas menutup jalur sementara untuk evaluasi dan perbaikan.
-
Perbaikan jalur dan penerapan SOP baru telah di lakukan untuk meningkatkan keselamatan pendaki.
-
Pendakian kembali di buka dengan aturan yang lebih ketat dan perbaikan fasilitas guna mencegah insiden serupa di masa depan.
Sejak pembukaan kembali, pengelolaan pendakian Rinjani terus di evaluasi demi keseimbangan antara pengalaman petualangan dan keselamatan pengunjung.
FAQ Gunung Rinjani
1. Kenapa jalur pendakian Gunung Rinjani sempat Ditutup?
Penutupan sementara terjadi setelah beberapa insiden kecelakaan serius di jalur pendakian, termasuk jatuhnya pendaki asing di beberapa titik berisiko tinggi. Tujuan penutupan adalah untuk mengevaluasi dan memperbaiki standar keselamatan.
2. Kapan pendakian Rinjani Di buka kembali?
Setelah evaluasi dan perbaikan, jalur pendakian di buka kembali hari ini secara resmi dengan penerapan SOP baru.
3. Apakah jalur tertentu masih Di tutup?
Beberapa jalur atau segmen yang berbahaya mungkin masih mengalami pembatasan atau perbaikan, tergantung pada kebijakan terkini pengelola TNGR dan kondisi medan.




